Jumat, 30 Juli 2010

GELIAT TEATER REMAJA

   Teater telah jadi bagian tak terpisahkan aktivitas anak muda di Indonesia beberapa tahun terakhir. Di Yogyakarta pun demikian.Ratusan kelompok teater berkembang dan mapan di sana, mewadahi perkembangan kreativitas pelakunya. Lalu bagaimana jika pelakunya para remaja belasan tahun?

   Aktivitas berteater para remaja di Yogyakarta bisa dijumpai di berbagai sekolah menengah atas. Hal itu menunjukkan peningkatan minat berteater para remaja pada setiap tahunnya. 

   Kesadaran mengikuti teater didasari berbagai hal. Subkhi (16), anggota Teater Pring MA Sunan Pandanaran, misalnya, yang aktif teater karena ingin jadi aktor. "Ini dorongan jiwa. Selain itu, untuk modal awal jadi aktor terkenal seperti Tora Sudiro. Dalam teater diajarkan cara berakting yang baik dan benar," kata salah seorang ikon Teater Pring tersebut.

   Kegiatan teater remaja tak hanya berlatih akting semata, tetapi juga belajar bagaimana cara mengembangkan karakter. 

   Selain itu, berteater juga melatih serta menguatkan mental individu sehingga tak canggung dan malu-malu ketika tampil pentas. Hal itu dibenarkan Dike (16), yang baru tiga bulan bergabung dengan Sanggar Metamorfosis. 

  "Setelah ikut teater, mentalku terasah dan bisa mengekspresikan apa yang tak bisa dilakukan di luar teater. Intinya, aku jadi lebih bebas berekspresi," kata Dike. Ia mengaku, sebelum ikut teater termasuk gadis pemalu di sekolahnya.

  Melalui teater, para remaja dapat memupuk loyalitas dan totalitas terhadap komunitas sejak dini. Setidaknya, dalam seminggu, mereka harus berkumpul dan latihan bersama. "Teater Pring kumpul setiap Minggu sore karena hari itu rata-rata anggotanya libur," kata pembina Teater Pring lulusan ISI Yogyakarta, Catra.


Wadah apresiasi

   Pada saat berteater, hal paling ditunggu-tunggu adalah pementasan. Setiap kelompok teater remaja, setiap tahunnya rata-rata melakukan 3-5 kali pementasan. Biasanya pementasan dilakukan untuk memeriahkan acara-acara yang diadakan di sekolah atau partisipasi pada Festival  Teater Remaja, seperti yang biasa diadakan ISI Yogyakarta pada bulan  Juni.  

  Kenyataannya tak mudah menciptakan pementasan yang apik dan mengesankan. Butuh keseriusan dan latihan keras. Kendala-kendala yang sulit pun harus diatasi sebaik mungkin, misalnya dana dan waktu. 

Satu kali pementasan setidaknya butuh anggaran Rp 100.000 hingga Rp 200.000. Paling besar berkisar Rp 500.000 hingga di atas Rp 1.000.000. 

  Uang itu digunakan untuk membeli peralatan, properti, dan konsumsi para pemain dan kru. Menurut Omad (17), dana yang mereka peroleh sebagian besar berasal dari sekolah. "Kami pakai untuk membeli properti vital seperti body painting dan properti pelengkap lainnya," tuturnya.

  Mendekati pentas, para pemain dan kru yang terlibat harus lebih banyak meluangkan waktu. "Banyak kendala yang kami rasakan. Ketidakhadiran pemain saat latihan salah satunya. Jujur, hal itulah yang sangat menghambat aktivitas kami," kata Anisa dari Sanggar Metamorfosis.

  Meskipun ada kendala, para pegiat teater remaja itu sepakat, melalui teater, mereka menemukan wadah mengasah bakat dan kreativitas. Teater merupakan wadah apresiasi remaja dalam berkreasi, yang bermanfaat pada perkembangan kecerdasan pola pikir, intelektual, 
imajinasi, dan hal positif lain.

  "Dengan berteater, kami bisa menggali bakat terpendam, seperti bakat akting, olah tubuh atau menari, bernyanyi, dan lain sebagainya," kata Tika dari D muterz (baca: dekorasi, mural, teater), yang juga siswi kelas X MAN 3 Yogyakarta. Tika yang jago berakting itu mengambil banyak manfaat, yang ia yakini berguna pada kemudian hari. 

  Walaupun banyak kendala menghadang dalam berteater, hasil yang didapat para pelaku teater remaja itu akan sepadan dengan usaha kerasnya. Mereka akan punya pengalaman dan kecakapan, ilmu pengetahuan, dan punya banyak relasi. Itu semua adalah modal yang 
dibutuhkan di zaman yang progresif dan menuntut aktualisasi diri ini.

ZUHDI UBAIDILLAH (Madrasah Aliyah Pandanaran, Yogyakarta)
A PURNAMASARI (SMA Marsudi Luhur Yogyakarta)

*Tulisan ini pernah di muat di KOMPAS tanggal 12 april 2010 di rubrik Gelanggang Muda

Laporan Perjalanan Jurnalistik Mengikuti POSPENAS V JATIM


   Langsung saja kawan, akan aku mulai catatan perjalanan ku saat ikut POSPENAS kemarin di surabaya..tanggal 3 juli 2010 hari sabtu pagi aku dan teman-teman ku bersiap berangkat dari pondok menuju stasiun Tugu setelah sebelumnya pamitan dan sowan dengan KH. Mu'tashim Billah pengasuh PPSPA, Bpk Jaziluz Sakho' dan Hj, Ainun Hakiemah selaku kepala MASPA.

   Setelah itu langsung saja kami dan kontingen dari DIY memasuki Sancaka yang akan membawa kami ke Surabaya tempat pelaksanaan POSPENAS.

(heeem...mungkin bersambung dulu, tapi ku kutipkan puisiku yang kemaren dapat juara 2 alias dapat medali perak di cabang cipta puisi kemarin..okeee...)

AKU MERINDUKAN LADUNI

Intisari Surat Al-Kahfi ayat 62-80

Kala laut bermata jingga
duduk aku di bibir pantai
butir-butir tasbih telah kuputar
melafadz atas Asma-Mu


Surya menyelam kedalam laut
karang-karang tertutup kabut
bersila. Melantun shalawat atas Muhammad
dan fatihah atas Khidir

(Aku merindukan laduni)

Kakek tua menatap tajam
seakan ingin melucuti tubuhku
                                             lalu, 
ia mengulurkan tangan. Mengajak salaman
kurengkuh tangan reyot itu. pelan
dingin. lunak. bagai tanpa tulang
ia tersenyum. berwasiat panjang


(Aku merindukan laduni)

(“Bolehkah aku mengikutimu, Tuan?
dalam setiap laku dan ucapan”)

Kakek tua berkata: “silahkan
asal kau menjanjikan kesabaran”

Kakek tua berjalan dalam temaran bulan
Aku mengikutinya perlahan
dan tiba depan sebuah bahtera
Kakek tua melubangi geladaknya


(“Apa kau gila pak tua?
Apa kau mau menenggelamkan penumpangnya?”)

Kakek tua berkata:
“Dimanakah kesabaran yang kau janjikan?”

(Aku merindukan laduni)

Kakek tua melanjutkan perjalanan
Aku mengikutinya malas-malasan
Ketika bersua dengan seorang anak
Kakek tua membunuhnya dengan sekali hentak


(“Apa kau gila pak tua?
Mengapa kau renggut jiwa tak berdosa?”)


Kakek tua berkata
:”Dimanakah kesabaran yang kau janjikan?”


(Aku merindukan laduni)

Kakek tua menyambung lagi perjalanan
tiba di sebuah perkotaan
Kakek tua menyapa warga. meminta makan
tapi tak ada yang menyajikan perjamuan
Aku dan Kakek tua berjalan tergopoh-gopoh
terjatuh menanduk tembok yang hampir roboh
Kakek tua membangunnya kokoh
Sungguh, suatu tindakan bodoh


(“Apa kau gila pak tua?
Kenapa kau lakukan hal yang sia-sia?”)

Kakek tua berkata
:”Dimanakah kesabaran yang kau janjikan?”


(Aku merindukan laduni)


Kakek tua tak lagi melanjutkan
Perjalanan
Cukup!! sampai di sini, kita berpisah
tak bersua lagi tanpa serapah
baiklah, kan kuceritakan perkara
yang sudah-sudah

“Ingatkah kau pada sebuah bahtera
yang aku lubangi geladaknya?
itu semua karena raja lalim
yang merampas bahtera
dengan semena-mena”


(O, Aku makin merindukan laduni
,rindu laduni)


“Dan ingatkah kau tentang
Anak yang kubunuh dengan sekali hentak?


Itu lantaran si anak akan durhaka dewasa kelak”

(O, Aku sangat merindukan laduni
Sangat rindu laduni)

“Dan ingatkah kau pada
tembok yang hampir
roboh dan kubangun
kembali hingga kokoh?


lantaran harta anak-anak
tanpa bapak tertimbun di bawahnya

(O, Aku tak bisa menahan rindu pada laduni
-sungguh tak bisa menahan rindu pada laduni-)

Nah ini Puisiku kemarin...selain terinspirasi dari surat Al-kahfi ayat 62-80 puisi ini tercipta karena pengalaman pribadiku dan temanku saat kami menyusuri pantai petanahan di kebumen. Saat itu kami bertemu kakek tua yang memang agak "Freak" menurut kami, kami ajak ngobrol. lalu kami beri dia dua buah lepet dan 3 batang rokok. udah dulu yah, ntar lanjut lagi dah. Sebelumnya sekedar info, yang dapet Juara 1 tuh dari JATIM terus juara 3 dari KALSEL.