WANITA KETUJUH BELAS DALAM PELUKAN SAYA


 


 

Kata seorang kawan karib saya, saya ini bajingan, buaya darat, cicak bertaring. Pokoknya, menurut kawan saya segala julukan yang berbau kebinatangan itu pantas saya sandang. Sebab apa? Sebab saya suka mempermainkan wanita. "Gigitanmu itu tajam. Kata-katamu pun manis. Tapi itu Cuma kebohongan." Katanya. Ya , dan karena itu banyak wanita yang jatuh kepelukan saya.

Menurut saya, itu wajar bukan. Manusiawi. Jadi, saya tidak munafik. Lha wong, manusia itu terdiri dari tiga faktor. Kepala, dada, dan syahwat. Itu menurut nabi saya.

"memang, itu benar, tapi kamu lebih mengimani syahwat." dia menyimpulkan sambil tertawa.

"bajingan kamu" kata saya.

"lhadalah, kok malah misuh. Iki tenanan."pekiknya dalam bahasa jawa. Sambil tertawa lagi.

"ya sudah, tak apa toh kamu gitu. Hak kamu atas hidupmu bukan?? Lha wong seperti itu nyatanya."

"Asu kamu" kali ini saya misuh lagi.

"hahaha..haha.." dia tertawa lagi. Bahkan lebih keras.

Dia menepuk-nepuk pundak saya."Sudah, saya tahu siapa dan bagaimana kamu. Kita kan sudah berteman sejak dalam kandungan."

Brengsek ini anak. Tapi ini sudah biasa saya lakukan dengannya. Tendensinya pun tetap bergurau. Gojek. Guyonan bahasa gaulnya.

Tapi, gara-gara dialog ringan tadi. Saya seperti di gantung rasanya. Saya jadi dipaksa mengingat masa lalu. Masa lalu yang gelap dan kelam. Bagi saya dan wanita yang pernah jatuh di pelukan saya.

Sebelumnya, saya kasih tahu nama saya Yusuf. Wajah saya cakep, kulit kuning langsat dan hidung mancung longsor, seperti orang-orang di Israel sana. Tubuh saya tinggi, dada saya bidang, perut sixpack. Ya, cukup sempurna untuk ukuran anak SMA yang umurnya belum genap tujuh belas tahun. Tapi, bukan hal-hal yang sifatnya jisimiyah itu yang saya banggakan. Ini lebih krusial, yaitu masalah menggaet wanita yang tadi saya ingin ceritakan. Dengan bangga saya hitung: 1,2,3,4….16,17. Tujh belas wanita sebelum umur saya genap tujuh belas tahun.

Benar-benar bajingan saya ini. Dari mulai Azizah , Jeane, Ida, Aniqah, Clara, sampai yang ketujuh belas ini, Nay. Parahnya lagi, ada hubungan yang saya lakukan dengan sembunyi-sembunyi yang saya lakukan di belakang mereka. Alias selingkuh. Gobloknya saya, andai saja saya tahu, kalau ternyata saya sudah merobek-robek hati wanita-wanita itu.

Sebenarnya, saya ingin sekali berubah. Tidak ingin selingkuh lagi. Saya ingin hidup normal dengan hanya mencintai satu wanita dan berkomitmen untuk setia.

Lagi pula, ini semua berawal dari seorang wanita yang benar-benar saya cintai, tidak bisa memberikan kepuasan batin (dalam hal ini bukan kepuasan batin yang "itu"). Dan pada akhirnya saya mencarinya dengan wanita lain. Mampuslah saya, ternyata itulah awal kecanduan saya untuk berselingkuh. Seligkuh. Sekali lagi selingkuh.

Gara-gara masa silam saya itu, saya jadi minder. Kehilangan kepercayaan dari wanita kedua yang benar-benar saya cintai itu. Wanita ketujuh belas yang jatuh dalam pelukan saya. Nay panggilannya. Dia selalu sangsi. Meragukan perasaan saya.

"Kamu itu bajingan. Playboy. Kamu itu cuma mau mainin Nay." Katanya pada saya. Dia menangis.

Saya juga jadi ingin menangis. Karena pada hakikatnya perasaan saya sudah lelah. Mau roboh begitu saja.

"Nay, saya sudah berubah. Saya sangat mencintaimu. Kamu itu hidup mati saya." Kali ini tanggul air mata saya jebol. Dua tangan saya memegangi pundaknya.

"Bull shit, apa buktinya kalau kamu memang bisa berubah." Dia menantang saya dalam tangisannya

Saya menundukan kepala. Dan melepaskan tangan saya dari pundaknya. Berpikir sejenak. Lantas berkata:

"Nay, kamu tahu. Kamu wanita ketujuh belas yang jatuh ke pelukan saya. Dan karena itu kamu meragukan saya?.

"………" Nay diam. Masih sesenggukan.

Saya mengambil belati yang selalu saya bawa dari kantung belakang jeans belel saya.

"kamu butuh bukti konkret?. Lihat, belati ini, saya akan menuliskan nama kamu di dada saya." Saya bersiap dengan mata belati di dada saya.

Nay tak bergeming. Tapi tiba-tiba matanya terbelalak. Sebab mata belati yang saya pegang sudah menari-nari di dada saya. Membentuk namanya "NAY". Darah mulai mengucur, tapi saya tidah peduli. Darah orang seperti saya halal untuk dibuang-buang seperti ini. Darah seorang bajingan muda ini. Bahkan oleh pemiliknya sendiri.

Mampus saya, Nay masih diam saja. Tapi saya salah.

"Berhenti Yusuf.. STOP..kamu gak perlu ngelakuin sejauh itu. Oke, aku bakal nerima kamu lagi." Nay terduduk di bangku taman.

"Ha..ha.." dalam hati saya tertawa sekaligus sedih. Kali ini saya sukses besar. Tentunya sukses besar untuk tidak lagi menyakiti wanita. Mulai saat ini, detik ini juga. Tuhan, setan, dan iblis yang paling laknat sekalipun jadi saksinya. Si binatang ini tak kan lagi mendua. Selingkuh. Semoga Tuhan mengabulkannya, dan iblis paling laknat meridhoinya.


 


 

Zuhdi Ubaidillah

XII agama MA Sunan Pandanaran